Rabu, 02 Desember 2009

PROMO AKHIR TAHUN

Continue Reading...

Minggu, 15 November 2009

Now Launched : Tears Of A little Star

Continue Reading...

Sabtu, 14 November 2009

Muhasabah Cinta Segera Terbit

Novel Religi karya Alfarisy Akmal yang berasal dari batam akan segera terbit. Awal bulan november ini novel yang bernuansakan islami dan berisikan motivasi-motivasi serta muhasabah ini sedang naik cetak. diperkirakan awal desember ini proses cetak novel ini akan segera selesai dan siap untuk dipasarkan.

Novel yang mengisahkan tentang kehidupan seorang pemuda bernama Hassfi dalam mengejar mimpi, cita-cita serta cintanya ini nantinya diharapkan dapat menjadi sebuah suguhan baru bagi para pembaca. Novel religi yang berlatarkan kota Batam ini juga diharapkan mampu mengenalkan Batam kepada seluruh masyarakat Indonesia.

Novel kedua yang diterbitkan oleh new Paradigma ini juga membuktikan bahwa Batam memiliki banyak penulis muda berkualitas. Setelah sebelumnya Ratih Anggraini dengan Tears Of a Little Star maka kali ini new Paradigma menghadirkan kembali novel karya anak Batam karya Alfarisy Akmal dengan Muhasabah Cinta.

Penerbitan novel Muhasabah Cinta juga membuktikan dedikasi new Paradigma untuk terus memajukan dunia kepenulisan tak hanya di Batam tapi juga di Kepri. Oleh karenanya bagi para penulis dimanapun yang ingin menerbitkan bukunya dapat segera mengirimkan karyanya ke indo_paradigma@yahoo.com atau topiknugraha@gmail.com

Novel Muhasabah Cinta yang akan terbit ini dapat segera dipesan dengan menghubungi 0899 2050 211 (Zulham) atau 0856 673 4428 (Desy)
Continue Reading...

Muhasabah Cinta : Langit Subuh Rajawali (Part 2)

”Akh. Sudahlah.....Tidak penting.....Yang penting itu, sekarang kamu harus belajar giat.....Ibu tahu, dan Ibu sangat bangga dengan cita-citamu yang tinggi.....Yang harus kamu lakukan sekarang adalah tekun belajar.. agar bisa jadi orang yang jauh lebih baik dari ibu.....Jadi orang yang berguna.....Setiap nafas dan keringatmu nanti bermanfaat. Usahamu ditunggu bagi orang banyak....Langkahmu diikuti oleh orang-orang yang benar.....Bijakmu menjadi panutan masyarakat.....Tidak seperti Ibu, yang tidak berguna” jawabnya datar dengan nada yang bergetar. Raut wajahnya kini dapat kutangkap. Ada kesedihan di rona matanya. Kata-katanya keluar dengan raut murung yang dapat terbaca dengan jelas.

Aku tertegun mendengar rangkaian kata yang keluar dari bibirnya. Begitu menggetirkan hatiku. Menumbuhkan api semangatku untuk menempuh onak yang terjal demi meraih cita-citaku. Demi ibuku. Tapi di sisi lain, kesan janggal yang tadi kurasakan membuat rasa penasaranku tiba-tiba menyeruak. Tapi, kuabaikan sejenak.

”Ibu, Ibu tahu betapa tingginya kedudukan Ibu di hatiku? Ibu adalah permata hatiku. Jiwa yang selembut-lembutnya akan kujaga hati dan perasaannya, zat yang akan kubahagiakan hidupnya dengan nafas dan keringatku. Aku janji Ibu” jawabku.

Serta merta ia duduk memelukku. Pelukan yang sangat erat. Air matanya menetes di bahuku. Peluhnya keluar dari dahi dan lehernya. Aku membalas pelukan ibuku kali ini dengan selebut-lembut hati dan perasaanku. Aku tak kuasa menahan isak tangis seiring dengan tetesan air mata ibuku. Perasaan haru itu tiba-tiba saja menghantuiku. Aku ikut menangis bersamanya. Walau aku tak tahu, untuk apa sebenarnya aku menangis. Ia kemudian mengambil sapu tangan yang dari tadi melekat di jemari kanannya dan menutupi jemari tangannya dengan sapu tangannya itu. Ia membelaikan tangannya yang lembut ke wajahku, dari ubun-ubun hingga daguku yang kecil. Aku kemudian mencoba menanyakan makna air matanya ini.

”Kenapa Ibu menangis?” tanyaku heran.

”Itu karena, Ibu bangga memiliki anak sepertimu” jawabnya pelan. ” Selain itu...”

Kata-katanya terpotong sejenak.

”Selain itu apa Bu?”

”Selain itu, hari ini Ibu harus pergi Hassfi.”

”Kemana?” sesaat kulihat ia menghela nafas dalam-dalam.

”kakekmu sekarang sedang sakit. Ibu ingin sekali bertemu dengannya. Kemarin ada surat yang datang ke rumah bersama hasil pemeriksaan dari rumah sakit yang hasilnya menunjukkan kakekmu sakit parah. Lebih tepatnya, ada tumor di otaknya, juga diabetes yang sudah kakek derita sejak muda. Ibu ingin bertemu dengannya hari ini, walau untuk yang terakhir.”

”Tapi Ibu, selama ini ibu tidak pernah bercerita tentang kakek? aku pikir aku sudah tak memiliki kakek sejak kecil”

”Tentu saja tidak. Karena...”

Kata-katanya terpotong untuk yang kedua kalinya

”Karena apa Ibu?”

”Sudahlah.... Jangan kamu pikirkan. Teruskan saja belajarmu sana.”

”Sudah siap kok Bu. Sekarang aku mau tidur sebentar, sampai azan subuh.”

”Hmm.... oh ya Hassfi, Ibu akan pergi hari ini juga loh. Jangan kamu khawatirkan uang yang akan Ibu bawa, karena uang yang Ibu bawa rasanya cukup jika hanya untuk ongkos ke sana. Ibu akan berangkat jam delapan pagi ini juga. Ibu sudah siapkan uang yang cukup untuk kebutuhanmu selama dua minggu. Untuk sementara, Ummu Sartini yang menjaga stan gorengan kita di SMP 8 sana. Kalau kamu kekurangan uang, kamu minta saja padanya. Untuk beberapa minggu ke depan, ibu sudah memberikannya modal yang cukup untuk masa itu. Jadi setidaknya, kamu punya hak disetiap penghasilan penjualan gorengannya” jelas ibuku dengan setitik senyumnya yang kini datang lagi.

”Memangnya di mana rumah kakek?”

”Oh ya, ibu belum cerita. Rumahnya di Manado. Ibu akan berangkat pagi ini juga ke melalui Bandara Hang Nadim. Selama ibu pergi, kamu jaga rumahmu ini baik-baik yah.”
”Hm...” aku tersenyum.

Ibuku kemudian menciumi keningku dengan bibirnya yang lembut, dan kedua tangannya memegangi wajahku. Aku dapat melihat pendaran cahaya pantulan dari cahaya lampu, yang terpancar dari cincin emas putih yang melekat di jari manis tangan kirinya sesaat sebelum kedua tangannya memegangi wajahku. Sebuah cincin yang katanya merupakan hadiah perkawinan dengan ayah. Namun ibu bahkan sama sekali tak pernah cerita tentang ayah. Akupun tak pernah menuntutnya untuk bercerita padaku karena kulihat, ia selalu menghindari pembicaraan tenang ayah.

Ia beranjak pergi menuju kamarnya kembali. Mungkin untuk mempersiapkan barang-barang yang ingin dibawanya. Kulirik jam beker kecil tadi. Pukul 03.30. Jam beker kecil itu kemudian kuraih dan kuletakkan di dekat tempatku berguling saat ini. Ring bellnya kuatur satu jam kedepan. 15 menit sebelum azan subuh yang akan berkumandang tepat pukul 04.45.



(bersambung)

Continue Reading...

Oki Setiana Dewi "Cerita yang membuat gerimis di hatiku."



Continue Reading...

Muhasabah Cinta : Langit Subuh Rajawali (Part I)

Mataku sudah sangat berat. Tak dapat kutahan lagi hingga kelopaknya yang tipis sudah tak mampu lagi menerima pasokan cahaya untuk melewati kornea mataku. Suasana begitu sejuk, karena sejak dua jam yang lalu tetes-tetes hujan menyelimuti seisi langit perumahan Rajawali Estates, di atas rumahku, dan rumah-rumah lain yang jumlahnya mungkin puluhan.

Tulang punggungku seperti sudah tak mampu berdiri tegak dengan kuat. Mungkin ia sudah terlalu letih di penghujung malam seperti ini, terduduk di atas kursi di depan sebuah meja belajar berukuran dua kali satu meter bermerek ”olympic” yang kubeli dengan uang hasil bekerja selama dua minggu sebagai waiter di sebuah cafe di Batam Center, pada saat libur pergantian semester satu bulan yang lalu. Kulirik jam beker di atas meja belajarku yang berdesain minimalis sederhana berwarna coklat tua. Jam 03:15 pagi. Sudah tiga jam lebih sejak tengah malam, mataku berhadapan dengan tumpukan buku-buku yang sebagian besar terkesan begitu memuakkan.

Tapi, biarlah begitu. Inilah saat bagiku merajut harapan untuk menggapai cita-citaku. Membahagiakan satu-satunya keluargaku yang saat ini masih terlelap dengan segudang keletihan di bahunya yang lemah. Ibuku. Ibu yang amat kucinta. Raut wajahnya yang selalu kudamba. Senyum wajahnya yang selalu kuharap di saat ku gundah. Hangat belainya di saat ku rapuh. Doanya yang selalu menguatkan di setiap ku melangkah. Permata jernih, yang tidak akan pudar hingga nafas terakhirku. Sosok yang akan kukorbankan jiwa dan ragaku demi kebahagiaannya.

Basuhan sejuk air wudhu’ sisa tahajjudku sudah tidak terasa lagi. Aku ingin istirahat sebentar, sampai azan subuh. Karena kelopak mataku yang memberat sudah tak dapat kubendung lagi. Tapi belum sampai aku melelapkan mataku, telingaku menangkap suara yang datangnya dari kamar ibuku. Suara seseorang yang sedang terbatuk-batuk kecil, namun segera berhenti. Sudah tentu aku mengenal suara batuk itu. Itu ibuku. Mungkin ia sudah bangun. Ia sudah terbiasa bangun sepagi ini untuk mempersiapkan barang dagangannya. Ibuku adalah seorang penjual gorengan di SMP Negeri 8 Batu Besar. Sehari-hari ibuku membuka stan di sana dengan hanya dibantu oleh seorang pembantu yang dibayar oleh ibuku. Suara langkah kaki ibuku, aku rasakan semakin mendekat ke arah kamar tempatku belajar saat ini.

”Hassfi, ...” Ibuku memanggilku dan kini sedang berdiri di bibir pintu kamarku yang terbuat dari papan yang tebal, dilapisi triplek yang permukaannya halus, dan tangan kirinya kulihat memegangi gagang pintu yang berwarna perak itu.

”Eh, iya Ibu?”

”Ibu ganggu yah?”

”Tidak kok Bu.”

”Hm.... Baru selesai belajar, Has?”

“Iya Ibu. Barusan siap. Tapi sekarang mau tidur lagi. Ngantuk ni..”

“Hm.... Ibu senang kamu belajar. Karena, dunia ini terlalu luas untuk dilalui tanpa bekal ilmu seperti apa yang Ibu jalani ini.”

”Terimakasih Ibu. Ibu jangan bilang begitu, Ibu tau? Ibu adalah ibu terbaik se-alam semesta” sanjungku.

“Akh. Kata-katamu berlebihan lagi Hassfi” Ia membantah dengan setitik senyum yang menampakkan gingsul dan lesung pipinya. Tanda lahir di sebelah kiri alis ibuku yang berbentuk ujung taring harimau terlihat jelas bersama senyumnya di bawah sinar lampu kamarku yang redup.

“Tidak kok. Ibu memang ibu terbaik se-alam semesta. Bahkan, se-jagad raya.” jawabku sambil menengadahkan kepala ke arah ibuku yang masih berdiri di depan pintu. Kali ini kata-kataku kuakhiri dengan senyuman yang sedikit memelas.

”Suatu hari kamu akan mengerti.” jawabnya kembali dengan raut wajah datar.

Eh, Sekilas aku menangkap kesan kesedihan yang ditutupi di balik ekspresi ibuku.

”Apa maksud Ibu? Ibu kenapa?” tanyaku mencoba menggali kesan janggal yang baru saja kurasakan.

(bersambung)

Continue Reading...

Kirimin Naskah kamu!!!

Punya naskah atau tulisan tapi bingung gimana cara nerbitinnya?

Pengen dapet penghasilan tambahan dari royalty naskah kamu?

newParadigma Solusinya!!

newParadigma merupakan sebuah penerbitan buku yang berlokasi di Batam. Penerbit newParadigma membuka kesempatan seluas-luasnya kepada semua penulis (especially pemuda) untuk bergabung menjadi penulis lepas. Bagi yang memiliki tulisan dan berminat untuk bergabung bersama kami, maka kami menunggu anda untuk mengirimkan naskah melalui e-mail topiknugraha@gmail.com atau indo_paradigma@yahoo.com

newParadigma menerima tulisan dengan kriteria sebagai berikut :
Naskah Non-Fiksi :
*Anak-Anak
*Agama
*Bahasa
*Budaya
*Bisnis/Ekonomi
*Psikologi
*Sosial/Politik
*Kamus
*Komputer
* Dll

Naskah Fiksi :
*Novel
*Cerpen

Buruan kirimin naskah kamu..!!

*Info lebih lanjut dapat menghubungi atau SMS ke 0856 6832 5092 (Taufik) atau email ke topiknugraha@gmail.com
Continue Reading...
 

Blogroll

Site Info

Office :

Komplek Buana Raya Boulevard Blok C/68 email : indo_paradigma@yahoo.com

nParadigma Publishing Copyright © 2009 WoodMag is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template